Tentang Comfort Zone

Masih soal comfort zone nih. Mumpung hari Sabtu, mau ngobrol ngalor ngidur ah. Siapin cemilan dan esjus-nya yak. Akuh juga mau looh, boleh banget kalau mau kirim ke Surabaya #eh #kode

Jadi gini, pas kemaren posting soal BEC di sini, Bang Jampang komentar "Bukankah yang dicari kenyamanan? Lantas, kalau sudah nyaman, kenapa ditinggalkan?"

Agree with Bang Jampang. Rasanya, ga ada orang di muka bumi ini yang punya cita-cita "Hidup tidak nyaman".

Kita jungkir balik saban hari, rela lembur berjam-jam, nuntasin proyek model apa aja, pada dasarnya karena kita nyari "kenyamanan" dalam hidup. "Nyaman" di sini, maksudnya (bisa jadi) karir yang melesat, duit yang melimpah ruah, rumah-mobil-barang-barang yang terjangkau dengan budget. Yak, semacam itulah.

Itu "nyaman". Dan semua "kenyamanan" itu kita "beli" dengan beragam "ketidaknyamanan".

Mbulet? Ha ha.

Gini aja deh. Saya mau ngomel-ngomel cerita tentang rangkaian kebodohan masa muda, yang sekarang (lumayan agak) menerbitkan penyesalan di masa tua dewasa.

Ini dimulai dari manakala saya keterima UMPTN di kampus hebring: Informatika di sebuah kampus negeri Surabaya. Jujur ajah, waktu itu, yang bergentayangan di pikiran saya adalah, gimana caranya bisa masuk bangku kuliah, yang nantinya saya bisa kerja dengan gaji "super-wow." Singkatnya, saya berusaha meraih "comfort zone" setelah lulus dari kampus itu.

Apa yang terjadi? Ternyata "comfort zone" yang saya harapkan, harus dilalui dengan upaya "berdarah-darah". Kuliah di kampus itu,  menuntut saya untuk belajar aneka bahasa pemrograman, logika mathematics, ngelembur nyelesaiin coding, dll-nya, dan saya SETREES BERAATS!

Ugh. Saya ngerasa enggak bisa survive di kampus ini... Saya ngerasa, duh, dudul banget sihh, ngapain dulu saya musti pilih jurusan ini??

Pada saat itu, harusnya, saya sadar bahwa saya tengah berada di "growth zone". Segala ketidaknyamanan yang saya rasakan, adalah sebentuk pertanda bahwa (sepertinya) saya sedang bertumbuh. Bukannya bertahan, saya justru give up. :)

Yah. Setiap orang tentu mendamba 'comfort zone', tapi ternyata, tidak semua siap melalui steps-nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berdaya dan Berkarya Bareng Komunitas IIDN

Bersyukur

Membincang Kematian Bersama Ananda