Membincang Kematian Bersama Ananda

Nak, 

Ini sekelumit pesan Ibu. 

TATKALA AJAL MENJEMPUT IBU SUATU HARI NANTI

Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Pun kita tak bisa memilih, kapan, di mana dan dengan cara apa malaikat maut menghadang dan mencabut nyawa seketika

Tak perlu sakit parah untuk bersua dengan ajal

Tak perlu tunggu usia senja untuk ber-hasta la vista dengan kehidupan yang fana

 Kematian punya caranya sendiri. Misteri yang seolah memaksa kita untuk ikhlas, legowo dan (mau tidak mau) berprasangka positif terhadap setiap skenario yang tergariskan



 Tahukah kau siapa orang yang cerdas? Dia lah yang paling banyak mengingat kematian. Demikian sahabat Umar bin Khattab berujar

 Dengan mengingat mati, maka nafsu kita akan selalu terbelenggu, tak sembarangan menancapkan kata atau perbuatan yang menyakitkan hati orang lain. Karena.... siapa tahu, momen itu menjadi akhir kisah hidup kita?

 Kabar kematian menyeruak dari segala penjuru. Kakek berusia senja, anak muda harapan bangsa, ibunda sumber cinta elemen keluarga... mereka berpulang, diiringi tangis rindu yang begitu mengiris jiwa

 Tak mengapa. Kepedihan ini biarlah kita rasa. Secukupnya. Untuk kemudian, terus langitkan doa, agar almarhum berada di tempat terbaik di sisi-Nya. Dan kita bisa menjadi "orang cerdas" yang sanggup menangkap pesan dalam setiap kisah berpisahnya nyawa dari raga

 ***

Ibu juga manusia, ya Nak. 

Makhluk yang fana. Bisa sakit, bisa merasakan pedih, ngelangut, dan tentu saja sangat bisa dijemput malaikat maut. Entah kapan, di mana, dan bagaimana caranya. 

yang jelas, Ibu nggak bisa selalu membersamai kamu ya, Nak. 

Itulah mengapa, bolak-balik Ibu bilang, kalo kamu harus jadi sosok yang MANDIRI, punya karakter tangguh, kuat, siap menghadapi aneka tantangan dalam kehidupan. 

Bismillah, ALLAH yang akan beri petunjuk. 

Selama iman menghunjam dalam dada, terus tancapkan semangat sekaligus tawakkal sedari awal, hanya pada Allah ta'ala. 

Kalau Ibu nanti meninggal, kamu boleh sedih kok, Nak. 

Boleh nangis, boleh banget... kata siapa, anak laki nggak boleh nangis? Yang penting, nangis + sedih sewajarnya aja yah. 

Jangan berlebihan. 


Karena, konon ruh almarhum/ah jadi nggak tenang kalo keluarga/anak keturunannya meratap secara berlebihan. 


Ibu pastinya punya dosa sama kamu... Tolong maafkan Ibu ya Nak. 

Tolong kita "mulai dari 0" lagi.... Karena Ibu kan udah terbujur kaku. Udah nggak bisa melakukan (dan mengatakan) apapun, demi menebus rasa bersalah dan men-jlentreh-kan kenapa Ibu melakoni ini dan itu. 

Tenang saja, Ibu SUDAH MEMAAFKAN SEMUA KESALAHAN KAMU, kok. 

Mendapatkan amanah berupa anak sholeh, ini sudah merupakan rezeki tak berhingga buat kami. Especially buat Ibu, yang meng-gembol kamu ke sana ke mari selama 9 bulan lebih... Jadi, APAPUN sikap/kata/perbuatan yang pernah bikin Ibu sakit hati, sudaahhh.... semua sudah Ibu "putihkan". Ibu ridho punya anak seperti dirimu. 



Hanya permintaan Ibu, tolong.... DOAKAN Ibu ya Nak. Doakan Ibu, kapanpun... terutama setelah sholat fardhu. JANGAN BOSAN ya Nak, dan plisss Ibu minta kamu terus berdoa, karena insyaAllah doa anak sholih akan mengalir terus kebaikan pada Ibu, kendati Ibu sudah berkalang tanah.

Di liang lahat nantinya, Ibu pasti sendirian. Nggak bisa nyetel lagu Backstreet Boys, dan hanya bisa meresapi makna "Show me the meaning of being lonely"

Malaikat pasti interogasi banyaaaakkk banget, bertubi-tubi, dan kualitas iman Ibu yang cuman sejengkal ini, duuuhh, entahlaahhh Ibu nggak yakin bisa survive di alam kubur, jika kamu tidak rutin mendoakan Ibu, Nak. 


Ibu nggak mau ngerepotin kamu. 

Jadi nanti, kalo Ibu udah dinyatakan meninggal, NGGAK USAH bikin pengajian yang hitung-hitungan hari itu lhooo. Bukaaan, Ibu bukannya judgemental atau gimana-gimana, tapi lebih kepada.... Hanya DOA ANAK SHOLIH yang Ibu harapkan dan Ibu tunggu. Bikin acara tuh beneran menguras energi, duit, dan dahlaahhh, ibu cuma butuh doa dari kamu, Nak. Bukan dari tetangga, apalagi yang engga kenal akrab ama Ibu. 

Setelah Ibu berpulang, please.....Jaga diri baik-baik ya Nak. 

Ada atau nggak ada Ibu, insyaAllah kamu adalah anak sholih yang beriman. 

Di dunia serba gonjang-ganjing binti acakadut ini, terkadang kita dilanda kebingungan, mau ikut apa, siapa, dan bagaimana. 


Tapi, tenaaanggg.... Ada Al-Qur'an dan Hadits yang bisa kita jadikan pegangan. 

JANGAN KEBANYAKAN NGE-GAME YA NAK. 

Yuk lah, langganan wifi-nya dipakai untuk nonton konten yang baik dan sarat faedah. Mulai sekarang, plisss yuk, ikuti Kajian Ustadz Oemar Mita di YouTube. InsyaAllah bikin kita makin cinta Allah dan semangat untuk terus lakukan aktivitas berbalut iman dan taqwa.  


***

 Tahukah kau siapa orang yang cerdas? Dia lah yang paling banyak mengingat kematian. Demikian sahabat Umar bin Khattab berujar. 


Akan tetapi, karena kita (sampai artikel ini tayang di blog) masih bernyawa, maka..... jangan melulu mikir (apalagi sampai terobsesi) dengan kematian!

Penting juga lho, bagi kita untuk lebih banyak memikirkan hidup agar lebih live life to the fullest

Bisa jadi, porsi “ingat mati” ala Ibu udah lebih dari cukup. Beberapa rekan Ibu yang jadi psikolog memberi saran agar Ibu perbanyak ibadah, mendekat pada Allah, puasa, sedekah, berbagi kebaikan. Ya intinyaaa…. Mengingat mati itu baik, ciri orang cerdas, tapiiii alangkah bijaknya selain ingat mati, kita juga ingat hidup!

Gak tau kan jatah usia bakal berakhir di angka berapa. Yang jelas, senyampang masih diberi kuota kehidupan, yuk lahhhh… optimalkan potensi diri. Jadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Ketika nanti malaikat Izrail tunaikan job desk-nya, kita udah siaaaappp! (*)


Komentar

  1. masya Allah mbaa... aku belum pernah berbincang dengan anak sampai sedetail ini, kurang lebih sama. Mbaaa, do'ain aku jg ya, walau cuma ketemu di virtual, smoga kita bisa berkumpul di jannahNya. Btw aku jg suka nyetel BSB yg judulnya ituuu:))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga usia kita termasuk usia yg berkah ya mba Nurul...aku berdo'a smoga bisa membersamai anak2 sampai mereka bisa mandiri, tapi balik lagi kepada ketetapan Allah, yg maha tahu yg terbaik untuk hambanya..

      Hapus
  2. Aku sering membincangkan kematian sama suamiku, sampai hal-hal teknis malah, semacam : mau dikubur di mana. Tapi kalau sama anak, belum sih yang mendalam seperti itu. Juga belum nulis pesan apa2 buat mereka hehehe. I just said, kalau kematian itu bisa datang kapan saja. Pastinya melow kalau membayangkan dipanggil Tuhan ketika anak2 belum mandiri. Tapi manusia cuma bisa memohon dan berpasrah kan ya... Kalau2 itu memang terjadi, aku mau mengimani bahwa Tuhan akan selalu memegang anak2ku. Karena sesungguhnya, aku dan ayahnya hanya perpanjangan tangan Tuhan. Sejatinya, pemiliki anak2ku adalah Tuhan.

    BalasHapus
  3. ya Allah mbak, dalem banget, huhuhu. aku belum pernah kepikiran nih, pernah ngobrolin kematian sih, tapi bukan menyampaikan pesan-pesan kayak gini. ya tentang kita semua memang akan mati dan semoga kita bisa berkumpul di surgaNya kelak. tentang anak yang bisa mengajak orangtuanya ke surga, gitu gitu aja

    memang paling pas buat meningkatkan semangat itu dengan mengingat kematian sih yaa mbak.

    BalasHapus
  4. MasyaAllah, mau gak mau memang perlu untuk diskusi perihal kematian sama anak ya, wallahu'alam kita dulu atau ayahnya atau mungkin anaknya yang Allah takdirkan lebih dulu. Apapun yang terjadi, semoga nanti saatnya wafat Allah terima usaha kita mendidik anak jadi amal salih aamiin

    BalasHapus
  5. Dulu saya paling gak mau bahas kematian. Tetapi, sejak papah wafat mendadak, saya semakin yakin kalau usia adalah sebuah rahasia. Mulai deh memberanikan bahas kematian meskipun belum sampai detil banget

    BalasHapus
  6. Sebagai orang yang sudah merasakan kehilangan kedua orang tua rasanya tuh hancur banget duniaku kala itu tapi aku pun sadar bahwa ada yang bisa diambil dari setiap cerita perjalanan hidup. Aku selama ini baru ngasih taunya kalau ke anakku "setiap orang yang lahir pasti akan kembali"

    BalasHapus
  7. Kalo udah ngomongin soal kematian, kayaknya nggak bakal ada yg siap. Lebih suka hidup di dunia aja. Ngeri taukkk

    BalasHapus
  8. menarik mba pembahasannya, ini hal yang juga sudah aku bahas dengan anakku ataupun dengan orangtua

    BalasHapus
  9. Mau tidak mau semua akan berakhir dengan meninggal dunia. Anak harus di didik dan pesanin terutama menjaga kekompakan keluarga dan jangan berantem sama adik kakak kalau orangtua meninggal dunia

    BalasHapus
  10. wah sampai sekarang belum ada kepikiran deh ngomongin kematian baik dengan pasangan ataupun dengan anak. tapi kayaknya memang perlu ya diomongin terkait wasiat atau pesan-pesan yang ingin ditinggalkan jika kita meninggal nanti

    BalasHapus
  11. Aku belum bisa bicarakan kematian dwngan nak anak. Selain mereka belum paham, itu hal yang menakutkan. Berharap kami bisa dampingin nak anak sampai mereka mandiri dan siap dunia akhirat.

    BalasHapus
  12. Kematian emang menyesakkan tapi itu sesuatu yang pasti. Aku kadang singgung dikit2 soal kematian ke anak, kadang mereka nanya2 jg kalau meninggal gimana biasanya krn nonton film gtu. Kadang tiba2 bilang takut meninggal dll hehe namanya jg anak piyik. Paling jelasinnya ntr masuk surga, makanya jgn berbuat dosa dll.

    BalasHapus
  13. Belum ngobrol tentang kematian dengan anak. Insya Allah, nanti kalau anak udah mulai SD akan membicarakan hal ini.

    BalasHapus
  14. Percakapannya euyy mbaaak.. persis kek percakapan mama sm aku. Cm minta doa..gak minta apa2. Kalo ortu itu SDH meninggal emg doa n akhlak anak aja harapan satu2nya.

    BalasHapus
  15. Aku spesial cerita kematian dengan anak belum pernah. Namun saat ada keluarga yang sudah berpulang tanpa sakit dan usia muda, seringkali aku membahasnya,"umur itu rahasia sang Pencipta tanpa syarat apapun kita bisa berpulang"
    Salam: Dennise Sihombing

    BalasHapus
  16. Sedih kehilangan ibu. Apalagi kalo anak masih kecil ya. Masih butuh bantuan Ibu. Tapi memang setiap yang hidup akan mati. Semoga terus jadi manusia bermanfaat.

    BalasHapus
  17. aku belum pernah berbincang soal kematian sama anak mbak, seringnya sama suami. malah baru tadi sore rasanya tuh pengen mati cepet aja, udah bosen sama hidup hiks

    BalasHapus
  18. Aku pernah membahas ini sama anakku, hanya sekilas. "Kalau mami sudah nggak ada, nanti kamu akan gimana?" dia jawab polos, "Ya nggak apa, nanti aku sama papi." Tadinya udah mau mewek jadi ketawa aku. Sederhana sekali pola pikir anak-anak. Yang terpenting aku selalu minta didoakan juga oleh anakku yang soleh itu.

    BalasHapus
  19. Seringkali merenung ketika akan tidur dan gak jarang juga jadi muhasabah bersama anak-anak. Sudah berbuat baikkah hari ini?
    Semoga dengan terus senantiasa memanfaatkan dan menginvestasikan waktu untuk berbuat kebaikan, semua amalan bisa tercatat sebagai ibadah. Termasuk memberikan bekal kemandirian bagi anak agar terus mengingat kematian dan amalan-amalan apa yang bias dilakukannya ketika orangtua telah tiada yang sesuai syariat dan tuntunan nabi sholallahu 'alaihi wa salam.

    BalasHapus
  20. Aku ngomong tentang kematian ketika anakku yang sulung ada ibunya temannya yang meninggal. Yang kedua ketika aku dan suami berangkat haji, kami ajak ngobrol anak-anak. Bahkan ngomongin warisan yang akan kami tinggalkan, agak nyess banget sih waktu itu kata anakku. Tapi memang kadang sesekali kita butuh obrolan seperti ini, agar tidak ingat duniawi terus, agar terus berbuat kebaikan dan jangan nambah dosa

    BalasHapus
  21. MasyaAllah mbak, merinding bacanya mbak. Memang sebaik-baik pengingat adalah kematian yaa, kita gak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah, kalau pun sampai ujungnya, Ummat nabi Muhammad itu ditakdirkan berusia 60-70 tahun, maka kita perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya yaa.

    BalasHapus
  22. iya mba... aku sempat bicara banyak mengenai hal ini saat memulai pengobatan kanker payudara. Anak - anak masih kecil tapi kita pelan - pelan mengenalkan kematian dan apa yang harus kita persiapkan dengan baik. ngga mudah memang ya mba

    BalasHapus
  23. Kematian memang menyakitkan, tapi membahas tentang "persiapannya" sangat penting ya Mak. Apalagi misal kita ada riwayat sakit, segala macam asuransi dan surat-surat penting sebaiknya diketahui oleh anggota keluarga juga :')

    BalasHapus
  24. Hiks, nggak sadar jadi menitikan air mata baca ini, memang penting ya hal ini, membahas kematian, mengingat kematian, membuat kita selalu aware dengan saat yang pasti itu tiba.
    Pun juga untuk anak-anak, jika kita mendahului mereka :')

    BalasHapus
  25. Setiap orang pasti akan "pulang" hanya cara dan waktunya yang menjadi rahasia.. penting membicarakan "kepulangan" ini pada buah hati spya mereka juga bisa mengetahui siklus perjalanan manusia..

    BalasHapus
  26. Baca tulisan Mbak Nurul kok jadi serem ya?
    Padahal kematian sesuatu yang pasti kan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Ambu..
      Yang terbayang jadi banyak hal. Tapi Allah in syaa Allah memberikan takdir yang baik. Semoga anak-anak ada yang "jaga" selalu. Karena tiada daya dan upaya selain memohon kematian yang khusnul khatimah termasuk berharap anak-anak yang sholih sholiha sebagai bekal di alam kubur dan alam berzah, kelak.

      Hapus
  27. Baca tulisan Mbak Nurul kok jadi serem ya?
    Padahal kematian sesuatu yang pasti kan ya?
    Bahkan harus dipersiapkan bareng anak, agar jangan sampai ada penyesalan
    Dan anak bisa melepas kepergian orangtuanya dengan ikhlas

    BalasHapus
  28. Sulung saya itu kerap nangis tersedu-sedu kalau saya bahas tentang kematian. Mungkin karena masih kecil juga ya.. berbicara melalui tulisan begini bisa jadi alternatif, kelak bisa dia baca sendiri

    BalasHapus
  29. Tulisannya Mbak Nurul serius bener ni, tapi memang harus gitu ya, Mbak. Menuliskan di blog menjadi kenangan yang akan selalu bisa dibaca oleh anak. Amanah dari seorang ibu untuk selalu mendoakan saat ibu sudah tiada

    BalasHapus
  30. Selalu nangis kalau ingat mati. Kadang aku pengen nyusul ayahku yang meninggal lebih dulu. Tapi masih ada anak anak yang bergantung padaku. Memang harus kuat menghadapi hidup dan mempersiapkan kematian sebaik mungkin.

    BalasHapus
  31. ya allah kok jadi ngobrolin soal kematian, jadi takut akunya, jadi sedih juga, tapi kalau dipikir-pikir lagi ada benarnya membicarakan soal ini ke anak atau keluarga, jadi semacam wasiat atau pesan gitu ya

    BalasHapus
  32. Membincangkan kematian ini perlu, walau bikin deg-degan, tetapi agar kitanya selalu ingat mati.
    Semoga kita kembali kepada-NYA dalam keadaan Husnul khatimah ya, aamiin 🤲

    BalasHapus
  33. Mbak, tulisannya bikin aku sedih tapi jadi mikir iya ya aku pun harus begini, banyak membicarakan kematian untuk persiapan mental kehilangan kesayangan, tapi jangan sampai kehilangan sang Pencipta

    BalasHapus
  34. jujur aja, sampai saat ini saya masih takut membahas kematian dengan suami dan anak-anak, rasanya takut membahas hal ini, huhuhu

    BalasHapus
  35. akupun sering membicarakan tentang kematian ama anak2ku. Tapi nggak seserius ini sih suasananya. Tapi kami berbincang di meja makan pas makan. Sambil lalu padahal sih aku serius ngomongnya. Kalo dibawa seserius ini anak2ku bakal protes dan marah2 nggak terima malah. Dah ketebak mereka bakalan ngomong, " udah deh bu, cukup." hehe

    BalasHapus
  36. Masyallah.. Serasa aku yang dinasehati. Sampe berkaca-kaca bola mataku. Nasehatnya meresap banget. Orang yang cerdas adalah orang yang mengingat mati. Dunia sementara akhirat selamanya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berdaya dan Berkarya Bareng Komunitas IIDN

Bersyukur