Jatuh Cinta Seperti di Film-Film
Apa pendapatmu tentang film Jatuh Cinta Seperti Di Film-Film (JCSDFF) garapan Yandy Laurens?
JCSDFF adalah film produksi lokal terbaik yang saya tonton
tahun ini sekaligus film dengan pengalaman menonton paling menyenangkan buat
saya tahun ini. Saya katakan ini adalah masterpiece dari seorang Yandy Laurens.
Film ini adalah paket lengkap bagaimana sebuah film bisa menjadi menghibur,
teknikal, intim, dan sarat makna di saat yang bersamaan.
Mengambil sudut pandang yang cukup unik, dari sosok seorang
penulis naskah yang mencoba menuangkan kisah romansa pribadinya ke dalam naskah
film, JCSDFF menghadirkan plot yang berlapis-lapis layaknya menonton film di
dalam film. Kendati demikian, alur ini disusun dengan rapi tanpa satu lubang
pun yang saya temukan. Mungkin pada bagian awal akan terkesan lambat terutama
mengingat film ini sebagian besarnya adalah dialog, namun intensitasnya akan
terus meningkat sampai akhir.
Tampil beda dengan sekitar 80% porsi dibuat format tone
hitam-putih juga menjadi sebuah langkah yang cukup berani. Beberapa teman saya
mengatakan mereka agak terganggu dengan format hitam putih yang bagi mereka
kurang nyaman di mata, namun saya anggap ini simply karena ketidakbiasaan
mereka melihat film dengan format demikian. Terlebih karena format hitam
putihnya sendiri memainkan peran penting untuk memisahkan lapisan plot dalam
film ini, saya tidak menganggap ini sebagai kekurangan.
Dari jajaran pemain, semua cast tampil ciamik dengan
porsinya masing-masing. Yandy Laurens kembali menggaet Ringgo Agus Rahman dan
Nirina Zubir sebagai dua ujung tombak utama setelah sempat bekerja sama dengan
keduanya di dua proyek remake film Keluarga Cemara (2018 & 2022). Lagi-lagi
legitimasi betapa underrated-nya Ringgo dan Nirina yang kembali menampilkan top
notch performance di film ini.
Jajaran pendukung seperti Dion Wiyoko, Julie Estelle, dan
Sheila Dara juga berhasil menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Selain itu
apresiasi juga saya berikan pada seorang Alex Abbad terakhir saya lihat di My
Stupid Boss 2 (2019) saat jadi suaminya Bunga Citra Lestari, di film ini dia
lagi-lagi tampil sebagai seorang pencair dengan timing komedi yang mengesankan.
Dari sisi pesan yang ingin disampaikan sebagai sebuah film
romansa, JCSDFF membawa banyak pesan bermakna tentang mencinta, dicinta,
memahami, terpuruk, dan bangkit yang semuanya dikemas dengan cara yang sangat
elegan, cantik, dan realis.
Saya juga sangat mengapresiasi bagaimana JCSDFF menjadi
sebuah otokritik untuk industri film, khususnya industri film Indonesia.
Melalui dialog-dialognya yang disusun dengan cerdas, namun tidak terasa kaku,
Yandy Laurens menyisipkan banyak pesan untuk menjadi direfleksi terhadap
perfilman lokal.
Katakanlah seperti banyaknya film yang diproduksi dengan mengadaptasi film atau sinetron lama demi mendongkrak jumlah penonton dan mengurangi biaya promosi karena dianggap sudah dikenal oleh khalayak, banyaknya produksi sekuel yang tanpa memikirkan signifikansinya, dll. Yah, tahu sendiri lah, banyak kan adaptasi dari Korea Selatan... Kalau FILM INDIA kayaknya malah jarang ya, yang diadaptasi oleh sineas Indonesia?
Di saat yang
bersamaan juga Yandy Laurens juga menekankan bahwa penonton film Indonesia
sudah cerdas dan sudah siap dengan sajian kreatif yang naik kelas dibanding
terus-terusan dicekoki dengan formula monoton dan penuh gimik. Sebagai seorang
yang menyukai film, ada apresasi yang saya rasakan dan ini penting karena
membuat film ini seolah bicara langsung dengan penontonnya.
Saya pikir saya akan menonton film ini setidaknya satu kali
lagi sebelum turun layar karena memang sebagus itu. Sesuai judulnya, film ini
benar-benar membuat penontonnya jatuh cinta. Terutama untuk mereka yang mengaku
sebagai orang-orang yang jatuh cinta kepada film-film, saya pikir tidak bisa
melewatkan untuk menonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film
Hayulah, blogger Jakarta, blogger Surabaya, blogger Buton Tengah , blogger Aceh, Medan, Bandung, Makassar, Lamongan, Gresik, blogger mana aja dahh, cuss pantengin ini pilem!
Komentar
Posting Komentar